Terima Kasih Telah Menilangku (Law and Social Story)

Terima Kasih Telah Menilangku
(Law and Social Story)

foto: www.ciricara.com

Pagi itu sekitaran jam 9, dengan hanya cuci muka saya memacu bebek besi yang selalu setia menemani meninggalkan fakultas tempat saya meraih gelar sarjana setahun yang lalu. Malam itu saya sengaja menginap ditempat teman demi untuk belajar instal ulang hati (eeeiiitttsss.....curcol lagi) laptop maksudnya dan ilmu maintenance lainnya. 
Saya keluar melalui jalan simpang labor, tempat masuk angkot labor karena tujuan saya daerah jati (Kota Padang vroh, Sumbar), tempat saya tinggal sementara, karena kebiasaan (bukan untuk dicontoh, so don't try this at home...), dengan alasan lebih dekat, saya berbelok dibundaran depan kampus UNP yang saya sudah tahu memang terlarang untuk memutar (tapi kebetulan saat itu entah karena ulah orang yang usil atau apa ternyata rambu tanda dilarang beloknya lepas dan yang pasti hanya tinggal tiang tapi saya tidak begitu memperhatikan, hanya sekilas dan samar  dan sialnya saya baru pastikan esok harinya kalau ternyata itu benar) takdir memang kejam, huhuhu.....
Saat itu saya tidak sendirian, ada sekitaran empat orang dengan saya yang memutar dibundaran itu, mungkin karena lagi apezz, sesaat setelah saya memutar seorang polisi dengan mengendrai sepeda motor melaju dari arah lubuk buaya hingga akhirnya tepat dibelakang saya yang bisa dipastikan kami tertangkap basah melanggar rambu-rambu lalu lintas. Saya coba sesantai mungkin dengan tidak menambah kecepatan ataupun menengok kebelakang (berharap yang digarap teman lain yang sama-sama belok tadi, heheh..). Perasaan mulai lega karena tidak ada tanda-tanda pak pol membuntuti dibantu dengan susana (lho koq Suzana) suasana lalu lintas yang lumayan ramai di depan Basko Grand Mall. Saat akan melalui jembatan Basko, sebuah motor melesat cepat menyilang di depan saya kemudian melambat. Gubrakkkkk!!! prediksiku meleset. Pak pol mengibaskan tangannya kearahku sebagai tanda untuk menepi. Saya coba bersikap sesantai mungkin, meski sedikit gugup. Pak pol berpostur tinggi yang tampak masih sangat muda, menurut prediksiku umurnya ada 2 atau 3 tahunan dibawahku bertanya dengan cukup sopan.
"Bisa lihat SIM dan STNK nya?"
"Tau apa salahnya?" sambungnya sambil meneliti SIM dan STNK yang baru saya serahkan
"Karna bundaran itu ya?" jawabku singkat
"Iya, kita ke pos dulu" lanjutnya sambil mengantongi surat-surat motorku dan mulai melaju ke arah pos polisi yang di perempatan kantor DPR yang tidak jauh dari TKP, saya pun mengikutinya.
Sampai di pos surat-surat saya diserahkan ke polisi lain yang stand by di sana yang juga sedang mengurusi beberapa orang yang terkena tilang (melakukan pelanggaran). Saya parkir motor tepat di depan pos dan menghampiri polisi yang memegang surat-surat motor saya. Saya sudah terpikir urusan bakalan panjang karena saya sudah berencana akan pulang kampung besok lusanya. Saya coba ber-argument dengan polisi yang menanyakan kesalahan saya meski saya sudah bisa pastikan tidak akan ada istilah keringanan. Seperti cerita-cerita yang pernah saya dapat dari teman-teman yang sebelumnya berpengalaman kena tilang polisi (saya baru perdana), pak pol menawarkan dua pilihan, selesaikan disini atau sidang. Saya diam sebentar dan mikir karena semua serba bertepatan. Kalau saya pilih sidang kemungkinan saya tidak bisa menghadirinya karena akan pulkam sekitaran seminggu lebih dan kalau saya pilih damai ada rasa tidak rela karena ramai dibicarakan orang-orang kalau uang damainya tidak akan tercatat di kas negara alias masuk kantong pak polnya (enak bener...!!). Saya coba tanya pak polnya kalau selesai sekarang berapa saya harus bayar dan dia minta seratus ribu. Mendengar jawabannya, keinginan untuk tidak berdamai ditempat semakin kuat karena saya juga tahu biaya sidang dengan jenis pelanggaran seperti yang saya lakukan itu hanya sekitaran 40 atau 50 ribuan saja. 
Akhirnya saya minta surat tilang untuk kemudian nantinya ikut sidang. Pak pol yang berpostur sedikit gemuk dan lebih pendek dibanding yang nangkap tadi mencatat di kertas tilang berwarna merah kemudian menyerahkannya ke saya dengan konsekwensi STNK saya di tahan. Saya tidak begitu perhatian dengan tanggal yang tertera dalam kertas tilang tersebut dan langsung melipat dan memasukkannya kedalam dompet kemudian berlalu. 
Sampai dirumah saya cerita ke abang dan alhasil saya dapat ceramah singkat, selain karena melanggar rambu juga kenapa tidak menyelesaikan langsung di TKP dengan cara meminta slip biru dan membayar denda ke rekening negara lewat ATM. Abang saya beralasan dia sebelumnya juga pernah ditilang polisi dan melakukan hal seperti yang baru dijelaskannya (abang saya mengendarai mobil). Sebelumnya saya juga pernah membaca cara seperti itu namun ragu juga takut nanti biaya yang dituliskan akan lebih besar dibanding dengan sidang yang sudah bisa saya pastikan kisaranannya. 
Perbedaan yang mencolok antara saya dengan abang saya adalah mental menghadapi kasus-kasus seperti ini. Bagaimana tidak, saya yang saat kena tilang, dompet saya hanya berisi satu lembar uang seratus ribu mau tidak mau mental ikut terpukul dan keberanian pun menciut (derita pengangguran), beda dengan abang saya yang tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, karena dia sibuk yang penting baginya urusan cepat selesai dan sesuai prosedur.
Dua hari setelahnya akhirnya saya pulkam hanya dengan mengantongi surat tilang, sepengetahuan saya surat tilang seperti itu hanya berlaku dalam wilayah dimana kita terkena tilang, dalam hal ini kota padang. Saya nekad saja semoga diperjalanan tidak mendapati razia gabungan. Bersyukur semua aman terkendali hingga sampai di kampung. Lebih dari seminggu berada di kampung, tanggal sidang yang tertera di kertas tilangpun sudah terlewati. Saya kembali ke Padang tiga hari setelah jadwal sidang. Saya coba cari di internet informasi tentang bagaiman jika tidak ikut sidang tilang. Beberapa blog berbaik hati membagi pengalamannnya persis seperti kisah saya. Dari informasi yang saya dapatkan, STNK atau surat yag ditahan saat terkena tilang telah dilimpahkan oleh pengadilan ke kejaksaan jika si pemilik tidak menghadiri sidang.
Saya pun langsung bergerak menuju kejaksaan yang belakangan saya ketahui lewat internet beralamat di daerah gunung pangilun. Tidak sulit mencari bangunan tersebut karena berlokasi tepat di jalan utama. Saya masuk gerbang dan memarkir motor di lokasi yang telah diberi tanda. Saya langsung menuju loket bertuliskan “tilang kendaraan” kurang lebih seperti itu (saya lupa persisnya). Saya diminta menunggu sebentar setelah surat tilang saya serahkan ke si petugas yang merupakan seorang wanita muda yang lumayan cantik ditambah sikapnya yang ramah. Saya perhatikan dari balik kaca, dia tampak sibuk membolak balik arsip-arsip disekitaran meja kerjanya dan sesekali mengecek surat tilang yang ada digenggamannnya.
“Berkasnya gak ada dek” terangnya dengan ramah sambil menjulurkan lidahnya eh kertas tilang ke arahku melalui lubang dikaca
 “Trus gimana lagi kak?” tanyaku. Saya sengaja panggil kakak disamping karena dia memang masih tampak muda juga umurnya mungkin sebaya dengan kakak ku yang nomor tiga (menurut analisa pribadi ya..) juga untuk menerapkan ilmu yang pernah saya  baca di buku cara mempengaruhi orang lain salah satunya dengan memanggil lawan bicara dengan nama atau panggilan yang terkesan akrab tapi harus tetap realistis begitu, heheh…..
“Coba adek cek dulu ke pengadilan mungkin berkasnya masih nyangkut disana” jawabnya singkat
Setelah mengucap terimakasih, sayapun meluncur menuju pengadilan negeri sesuai instruksi petugas kejaksaan tadi. Sesampai disana saya tanya seorang bapak yang berbaju dinas khas pengadilan yang kebetulan berpapasan dengan saya. Dia pun menunjukkan sebuah pintu ruangan yang kemungkinan bisa memberi solusi permasalahan saya. Saya ketok pintu tersebut dan kemudian membukanya, ada beberapa ibuk-ibuk dan bapak-bapak disana sedang bekerja sambil ngobrol. Saya menghampiri meja ibuk yang pertama kali menyapa saya. Saya pun membeberkan masalah saya dengan memperlihatkan surat tilang.
“Berkasnya baru saja diantar ke kejaksaan, mungkin adek berpapasan tadi di jalan sama mobilnya” jawab sang ibuk itu
Saya pun mohon pamit dan bergegas menuju kejaksaan lagi yang memang tadi diperjalanan menuju pengadilan berpapasan dengan mobil yang sirenenya meraung-raung yang tidak lain mobil  tahanan kejaksaan. Sampai di sana saya kembali ke loket tadi dan menyampaikan informasi yang barus saya dapatkan di pengadilan ke petugas loket. Dia pun memeriksa berkas yang baru masuk. Setelah beberapa menit sibuk membolak balik arsip-arsip tampak dari raut mukanya yang mengisyaratkan kekecewaan. Sesaat kemudian dia kembali memperhatikan kertas tilang yang ada digenggamannya dan seperti menyadari sesuatu dia mendekat kekaca pembatas yang ada lobangnya memberi isyarat bahwa dia ingin menyampaikan sesuatu.
“Dek, ini sepertinya salah kasih tanggal sidang, karena biasanya berjarak dua minggu dari tanggal ditilang dengan jadwal sidang, disini cuma satu minggu” terangnya dengan ramah sambil menjulurkan kertas tilang ke arahku melalui lubang dikaca
Saya menyambutnya dan memperhatikan apa yang baru saja disampaikan wanita muda tersebut. Karena ini pengalaman pertama saya hanya manggut-manggut seolah saya paham dengan penjelasannya.
“Jadi gimana lagi kak?” tanyaku dengan perasaan mulai kesal.
“Coba cek lagi di laka lantas yang ada di jati, ini berkas adek masuk ke sana” jelasnya.
Tanpa ada pilihan lain saya pun harus mengikuti arahan petugas tersebut. Diperjalanan menuju laka lantas saya sempat mikir apa sih dosa saya sampai segini ribetnya urusan (sekali-kali bagus juga kejadian seperti ini agar ingat dosa ya heheh….) tidak perlu cari-cari alamat karena memang saya tinggalnya di daerah itu, saya langsung masuk parkir motor dan menghadap meja piket. Pak pol yang berjaga disana menginstruksikan untuk pergi ke bagian tilang di belakang lewat samping. Di ruangan bagian tilang itu saya menyampaikan maksud dan tujuan saya, seorang polisi muda meminta surat tilang saya dan mengecek data base di komputernya. Tidak butuh waktu lama ternyata benar apa yang disampaikan petugas loket di kejaksaaan bahwa polisi yang menilang salah kasih tanggal tilang yang harusnya dua minggu ditulisnya satu minggu, artinya jadwal sidang baru akan di gelar jumat depan, 2 hari lagi.
Saya pulang dengan perasaan sedikit lega setelah semuanya jelas, meski masih  ada rasa jengkel dengan polisi yang menilang yang mengharuskan saya bolak-balik dan menghabiskan hampir setengah harian. Namun disamping lelah dan perasaan jengkel sebenarnya ada hal-hal positif yang bisa diambil dari peristiwa ini, seperti latihan mental keluar masuk kantor, apalagi yang ini berkaitan dengan aparat/polisi, juga latihan berbicara dengan orang lain dengan konteks formal, latihan bicara jelas dan ringkas, terakhir pelajaran yang paling berharga adalah pengalaman. Jadi intinya tak ada yang perlu di sesali, namun tetap ambil pelajaran dari padanya. Hal-hal tidak baik dari peristiwa itu jangan diulang lagi seperti melanggar rambu lalu lintas dan berdamai dengan polisi (sogok) saat terjadi peristiwa serupa. Terima kasih telah menilangku pak polisi. Salam positif!!!
Untuk kisah pengalaman sidang tilang di pengadilan negeri serta tips mengikuti sidang tilang silahkan klik link berikut. Sidang Tilang di Pengadilan Negeri

Related Posts: